Thursday 21 June 2012

Nasikh dan Mansukh


PENDAHULUAN

Salah satu tema dalam Ulum Al-Quran yang mengundang perdebatan para ulama adalah  mengenai nasikh dan mansukh.  Perdebatan pendapat para ulama dalam menetapkan ada atau tidak adanya ayat- ayat yang tampak kontradiksi bila dilihat dari lainya,  Maka dalam pembentukan kemaslahatan manusia tidak dapat diletakkan adanya nasikh mansukh terdapat beberapa hukum tertentu dan di ganti dengan hukum yang sesuai dengan tututan realitas zaman, waktu,  dan kemaslahatan manusia oleh karena itu untuk mengetahui Al-Quran dengan baik harus mengetahui ilmu nasikh mansukh.


PEMBAHASAN
A.Pengertian Nasikh dan Mansukh.
Kata nasikh dan mansukh merupakan bentuk ubahan dari kata nasakh, masdar dari kata kerja (fi’il) nasakh, kata nasakh sediri memiliki banyak makna, ia bisa berarti menghilangkan (al-izalah), manggantikan (al-tabdit), pengalihan (al-takwil) dan memindahkan (al-naql), dari beberapa definisi tentang nasikh tersebut, memiliki makna yang berbeda-beda, ia bisa berrati membatalkan dan sebagainya; yang dihapus disebut mansukh dan yang menghapus disebut nasikh,  Pengertian nasikh yang mendekati kebenaran adalah nasikh dalam pengertian al-izalah yakni mangangkat sesuatau yang lain pada tempatnya.
Sebagaimana dalam pengertian etimologi naskh dalam terminologipun memiliki pengertian yang berbeda-beda. Sebagian menyatakan bahwa nasikh adalah mengangkat atau menghapus hukum syara’dengan dalil hokum ( kitab) syara’ yang lain. Menurut pandapat lain, nasikh adalah menghilangkan keumumam nasikh yang terdahulu atau membatasi kemutlakannya. Ada juga yang berpedapat nasikh adalah mengangkat hukum syara’dengan dalil syara’ yang datang kemudian.
Dari beberapa definisi diatas, yang paling mendekati kebenaran adalah pengertian nasikh adalah definisi pertama dan terakhir yakni mengangkat hukum syara’ dengan dalil syara’ yang lain (yang datang kemudian). Maksudnya, hukum atau undang-undang yang dahulu di batalkan atau dihapus oleh undang-undang baru, sehingga undang-undang baru tidak berlaku lagi. Dalam terminologi hukum Islam (fiqih) hukum yang dibatalkan disebut mansukh, sedangkan hukum yang datang kemudian (menghapus) di sebut nasikh, perlu dicatat disini bahwa yang dibatalkan adalah hukum syara’ bukan hukum akal, dan pembatalan itu karena tuntutan kemaslahatan.

B. Rukun dan Syarat Nasikh.
1. Adat nasikh adalah pertanyaan yang adanya pembatalan hukum yang telah ada.
2. Nasikh yaitu dalil yang kemudian menghapus hukum yang telah ada, pada hakekatnya, nasikh itu hukum yang berasal dari Allah, karena dialah yang membuat hukum dan dia pulalah yang menghapusnya.
3. Mansukh yaitu hukum yang dibatalkan, di hapuskan atau dipindahkan.
4. Mansukh ‘Anh yaitu orang yang di bebani hukum.
 Syarat-syarat nasikh yaitu:
1.Yang di batalkan adalah hukum syara’.
2.Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’
3.Pembatalan hukum tidak di sebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan       hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti di nasakh setelah setelah melaksanakan puasa tersebut.
4. Tuntutan yang mengandung nasikh harus datang kemudian, dengan demikian ada dua lapangan yang tidak dapat menerima nasikh yaitu:
a)   Seluruh khabar atau aqidah baik dalam Al-Quran atau As-Sunah sebab pembatalan khabar adalah berarti mendustakan khabar itu sendiri, sedangkan al quran dan as sunah mustahil memuat kebohongan.
b)   Hukum-hukum yang di syariatkan secara abadi.

C. Cara Mengetahui nasikh dan Mansukh.
Cara Mengetahui Nasikh dan Mansukh dapat dilihat dengan cara sebagai berikut:
1.         Keterangan tegas dari Nabi atau sahabat, seperti hadis yang berbunyi: “ aku (dulu) pernah melarangmu berziarah kekubur, sekarang Muhammad telah mendapat izin untuk menziarahi kekubur ibunya, kini berziarahlah kamu kekubur, sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan kepada hari akhir,
 (Muslim, Abu Daud Dan Tirmizi).
2.         Kesepakatan umat tentang menentukan bahwa ayat ini nasakh dan ayat ini mansukh.
3.         Mengetahui yang mana yang lebih dahulu dan kemudian turunya dalam perspektif sejarah.
Nasakh tidak dapat di tetapkan dengan ijtihad, pendapat mufassir, atau keadaan dalil-dalil yang secara lahir tampak kontradiksi, atau keterlambatannya keislaman seseorang dari dua perawi.
Ketiga-tiga persyaratan tersebut merupakan faktor yang sangat menentukan adanya nasikh dan mansukh dalam al quran.
Adapun dalil-dalil yang di gunakan adalah:              
1.Naqli yaitu firman Allah di dalam surat                 
* $tB ô|¡YtR ô`ÏB >ptƒ#uä ÷rr& $ygÅ¡YçR ÏNù'tR 9Žösƒ¿2 !$pk÷]ÏiB ÷rr& !$ygÎ=÷WÏB 3 öNs9r& öNn=÷ès? ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« 퍃Ïs% ÇÊÉÏÈ
            “ Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

2.Aqli atau Rasio.
Menurut pendapat segolongan ulama bahwa Allah berbuat secara mutlak dia dapat menyuruh berbuat sesuatu dalam waktu tertantu, kemudian malarang sesuatu.
   Pendapat lain juga menyatakan bahwa Allah itu mengikuti kemaslahatan dan menghindari kemadharatan. Jadi jika Allah menyuruh pasti didalamnya ada kemaslhatan dan jika dia melarangnya pasti ada kemadharatan. Kemaslahatan itu dapat berubah karena perubahan masa, oleh karana itu Allah dapat saja melarang atau menyuruh melakukan suatu perbuatan karena ada kemaslahatan.
Contoh kasus nasakh mansukh didalam Al-Quran adalah nasakh dengan badal mumatsil yaitu perpindahan arah kiblat dari baitul maghdis di masjidil aqsa ke kakbah di masjidil haram. Dalam firman allah pada surat-baqarah : 144
ôs% 3ttR |==s)s? y7Îgô_ur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ( y7¨YuŠÏj9uqãYn=sù \'s#ö7Ï% $yg9|Êös? 4 ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4
ß]øŠymur $tB óOçFZä. (#q9uqsù öNä3ydqã_ãr ¼çntôÜx© 3 ¨bÎ)ur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# tbqßJn=÷èus9 çm¯Rr& ,ysø9$# `ÏB öNÎgÎn/§ 3
$tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÍÍÈ
Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

Ayat tersebut menasakhan firman Allah dalam surat al-Baqorah ayat 115

Bahwasanya seluruh ayat Al-Quran tetap berlaku, tidak ada kontradiksi, yang ada hanyalah pengertian hukum bagi situasi dan kondisi tertentu.

D. Bentuk-bentuk dan macam-macam nasikh dalam al-quran.
1.      Nasikh sharih yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat terdahulu. Misalnya aya tentang perang (qital) pada ayat 56 surat al-Anfal (8) yang meharuskan satu orang muslim melawan 10 orang kafir.
Ayat ini menurut jumhur ulama di nasikh oleh ayat yang mengharuskan satu orang mukmin melawan dua orang kafir, pada ayat 66 dalam surat al-Anfal  “sekarang Allah telah meringkankan kamudan mengewtauhi pula bahwa kamu memiliki kelemahan, maka jika diantara kamu seratus orang yang sabar, niscaya meraka dapat mengalahkan dua ratus orang kafir, dan diantra kamu terdapat seribu orang (yang sabar)mereka akan dapat mengalahkan dua ribu oaring kafir”.
2.      Nasikh dimmy yaitu jika terdapat dua naskh yang yang saling bertentangan dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta kedua-duanya di ketahui waktu turunya, ayat yang datang keudian dan menghapus ayat yang terdahulu. Contohnya ketetapan Allah yang mewajibkan berwasiat bagi orang-orang yang akan mati yang terdapat Dalam Surat Al Baqoroh ayat 180.
|=ÏGä. öNä3øn=tæ #sŒÎ) uŽ|Øym ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# bÎ) x8ts? #·Žöyz èp§Ï¹uqø9$# Ç`÷ƒyÏ9ºuqù=Ï9 tûüÎ/tø%F{$#ur
 Å$rã÷èyJø9$$Î/ ( $ˆ)ym n?tã tûüÉ)­FßJø9$# ÇÊÑÉÈ  
“ Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[1], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 190).

3.      Nashk kully yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya ketentuan iddah empat bulan ssepuluh hari pada surat Al-Baqarah ayat 234 di naskh oleh ketentuan iddah satu tahun pada ayat 240 pada surat yang sama.
4.      Naskh juz’iy yaitu menghapus hukum yang berlaku bagi semua individu dengan dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu; atau menghapus hukum yang bersifat mutlak dengan hukum yang muqayyad. Contohnya hukum dera 60 kali bagi orang yang menuduh seseorang wanita tanpa adanya saksi pada surat An-Nur ayat 4 di hapus dengan ketentuan ij’ an yaitu bersumpah empat kali dengan nama Allah, jika si penuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat An-Nur.


E. Hikmah Naskh dalam Al-Quran
a)      Menjaga kemaslahatan hamba bahwa adanya naskh ini menunjukan bahwa syariat Islam merupakan syar’iat paling sempurna yang menaskh syariat-syriat yang datang sebelumnya, karena syariat Islam berlaku untuk setiap situasi dan kondisi.
b)      Persyari’atan hukum sampai kepada tingkan kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwa dan kondisi manusia itu sendiri.
c)      Menguji kualitas keimanan mukalaf dengan cara adanya perintah yang kemudian di hapus
d)     Merupakan kebaikan dan kamudahan bagi umat, sebab apabila ketentuan naskh lebih berat daripada ketentuan mansukh berarti mengandung konsekuensi pertambahan pahala. Sebaliknya, jika ketentuan nasikh lebih mudah dari pada ketentuan mansukh, itu berarti bagi umat.




KESIMPULAN
            Bahwasanya  Ulama  berbeda  pendapat tentang bagaimana cara menghadapi ayat-ayat  yang  sepintas  menujukkan adanya gejala kontradiksi, nasakh tidak dapat ditetapkan berdasarkan ijtihad, pendapat mufassir, atau keadaan dalil-dalil yang sescara lahir tampak kotrakdiktif.  Dengan demikian dapat dipahami bahwa seluruh ayat Al-quran tetap berlaku, tidak  ada  kontradiktif,  yang ada hanyalah penggantian hukum bagi situasi dan kondisi tertentu.































 [1] Ma'ruf ialah adil dan baik. wasiat itu tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta orang yang akan meninggal itu. ayat ini dinasakhkan dengan ayat mewaris.

No comments:

Post a Comment