PENDAHULUAN
Salah satu tema
dalam Ulum Al-Quran yang mengundang perdebatan para ulama adalah mengenai nasikh dan mansukh. Perdebatan pendapat para ulama dalam
menetapkan ada atau tidak adanya ayat- ayat yang tampak kontradiksi bila
dilihat dari lainya, Maka dalam
pembentukan kemaslahatan manusia tidak dapat diletakkan adanya nasikh
mansukh terdapat beberapa hukum tertentu dan di ganti dengan hukum yang
sesuai dengan tututan realitas zaman, waktu, dan kemaslahatan manusia oleh karena itu untuk
mengetahui Al-Quran dengan baik harus mengetahui ilmu nasikh mansukh.
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Nasikh dan Mansukh.
Kata nasikh
dan mansukh merupakan bentuk ubahan dari kata nasakh, masdar dari
kata kerja (fi’il) nasakh, kata nasakh sediri memiliki
banyak makna, ia bisa berarti menghilangkan (al-izalah), manggantikan (al-tabdit),
pengalihan (al-takwil) dan memindahkan (al-naql), dari beberapa
definisi tentang nasikh tersebut, memiliki makna yang berbeda-beda, ia
bisa berrati membatalkan dan sebagainya; yang dihapus disebut mansukh
dan yang menghapus disebut nasikh, Pengertian nasikh yang mendekati
kebenaran adalah nasikh dalam pengertian al-izalah yakni
mangangkat sesuatau yang lain pada tempatnya.
Sebagaimana
dalam pengertian etimologi naskh dalam terminologipun memiliki
pengertian yang berbeda-beda. Sebagian menyatakan bahwa nasikh adalah
mengangkat atau menghapus hukum syara’dengan dalil hokum ( kitab) syara’ yang
lain. Menurut pandapat lain, nasikh adalah menghilangkan keumumam nasikh
yang terdahulu atau membatasi kemutlakannya. Ada juga yang berpedapat nasikh
adalah mengangkat hukum syara’dengan dalil syara’ yang datang kemudian.
Dari beberapa
definisi diatas, yang paling mendekati kebenaran adalah pengertian nasikh
adalah definisi pertama dan terakhir yakni mengangkat hukum syara’ dengan dalil
syara’ yang lain (yang datang kemudian). Maksudnya, hukum atau undang-undang
yang dahulu di batalkan atau dihapus oleh undang-undang baru, sehingga
undang-undang baru tidak berlaku lagi. Dalam terminologi hukum Islam (fiqih)
hukum yang dibatalkan disebut mansukh, sedangkan hukum yang datang
kemudian (menghapus) di sebut nasikh, perlu dicatat disini bahwa yang
dibatalkan adalah hukum syara’ bukan hukum akal, dan pembatalan itu karena
tuntutan kemaslahatan.
B. Rukun dan Syarat
Nasikh.
1. Adat nasikh
adalah pertanyaan yang adanya pembatalan hukum yang telah ada.
2. Nasikh yaitu dalil yang
kemudian menghapus hukum yang telah ada, pada hakekatnya, nasikh itu
hukum yang berasal dari Allah, karena dialah yang membuat hukum dan dia pulalah
yang menghapusnya.
3. Mansukh yaitu hukum yang
dibatalkan, di hapuskan atau dipindahkan.
4. Mansukh ‘Anh yaitu
orang yang di bebani hukum.
Syarat-syarat
nasikh yaitu:
1.Yang di
batalkan adalah hukum syara’.
2.Pembatalan itu
datangnya dari tuntutan syara’
3.Pembatalan hukum tidak di sebabkan
oleh berakhirnya waktu pemberlakuan
hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti
di nasakh setelah setelah melaksanakan puasa tersebut.
4. Tuntutan yang mengandung nasikh harus
datang kemudian, dengan demikian ada dua lapangan yang tidak dapat menerima nasikh
yaitu:
a)
Seluruh
khabar atau aqidah baik dalam Al-Quran atau As-Sunah sebab pembatalan khabar
adalah berarti mendustakan khabar itu sendiri, sedangkan al quran dan as sunah
mustahil memuat kebohongan.
b)
Hukum-hukum
yang di syariatkan secara abadi.
C.
Cara Mengetahui nasikh dan Mansukh.
Cara Mengetahui Nasikh
dan Mansukh dapat dilihat dengan cara sebagai berikut:
1.
Keterangan
tegas dari Nabi atau sahabat, seperti hadis yang berbunyi: “ aku (dulu)
pernah melarangmu berziarah kekubur, sekarang Muhammad telah mendapat izin
untuk menziarahi kekubur ibunya, kini berziarahlah kamu kekubur, sesungguhnya
ziarah kubur itu mengingatkan kepada hari akhir,”
(Muslim, Abu Daud Dan Tirmizi).
2.
Kesepakatan
umat tentang menentukan bahwa ayat ini nasakh dan ayat ini mansukh.
3.
Mengetahui
yang mana yang lebih dahulu dan kemudian turunya dalam perspektif sejarah.
Nasakh
tidak dapat di tetapkan dengan ijtihad, pendapat mufassir, atau keadaan
dalil-dalil yang secara lahir tampak kontradiksi, atau keterlambatannya
keislaman seseorang dari dua perawi.
Ketiga-tiga persyaratan
tersebut merupakan faktor yang sangat menentukan adanya nasikh dan mansukh
dalam al quran.
Adapun
dalil-dalil yang di gunakan adalah:
1.Naqli
yaitu firman Allah di dalam surat
* $tB ô|¡YtR ô`ÏB >pt#uä ÷rr& $ygÅ¡YçR ÏNù'tR 9ös¿2 !$pk÷]ÏiB ÷rr& !$ygÎ=÷WÏB 3 öNs9r& öNn=÷ès? ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« íÏs% ÇÊÉÏÈ
“
Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya,
kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.
Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
2.Aqli
atau Rasio.
Menurut pendapat segolongan ulama bahwa
Allah berbuat secara mutlak dia dapat menyuruh berbuat sesuatu dalam waktu
tertantu, kemudian malarang sesuatu.
Pendapat lain juga menyatakan bahwa Allah itu
mengikuti kemaslahatan dan menghindari kemadharatan. Jadi jika Allah menyuruh
pasti didalamnya ada kemaslhatan dan jika dia melarangnya pasti ada
kemadharatan. Kemaslahatan itu dapat berubah karena perubahan masa, oleh karana
itu Allah dapat saja melarang atau menyuruh melakukan suatu perbuatan karena
ada kemaslahatan.
Contoh kasus nasakh mansukh didalam
Al-Quran adalah nasakh dengan badal mumatsil yaitu perpindahan
arah kiblat dari baitul maghdis di masjidil aqsa ke kakbah di masjidil haram.
Dalam firman allah pada surat-baqarah : 144
ôs% 3ttR |==s)s? y7Îgô_ur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ( y7¨YuÏj9uqãYn=sù \'s#ö7Ï% $yg9|Êös? 4 ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4
ß]øymur $tB óOçFZä. (#q9uqsù öNä3ydqã_ãr ¼çntôÜx© 3 ¨bÎ)ur tûïÏ%©!$# (#qè?ré&
|=»tGÅ3ø9$# tbqßJn=÷èus9 çm¯Rr& ,ysø9$# `ÏB öNÎgÎn/§ 3
$tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷èt ÇÊÍÍÈ
“ Sungguh
kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat
dan Injil) memang mengetahui,
bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Ayat tersebut
menasakhan firman Allah dalam surat al-Baqorah ayat 115
Bahwasanya seluruh ayat Al-Quran tetap
berlaku, tidak ada kontradiksi, yang ada hanyalah pengertian hukum bagi situasi dan kondisi tertentu.
D.
Bentuk-bentuk dan macam-macam nasikh dalam al-quran.
1.
Nasikh
sharih yaitu ayat yang secara jelas menghapus
hukum yang terdapat pada ayat terdahulu. Misalnya aya tentang perang (qital)
pada ayat 56 surat al-Anfal (8) yang meharuskan satu orang muslim melawan 10
orang kafir.
Ayat ini menurut jumhur ulama di nasikh
oleh ayat yang mengharuskan satu orang mukmin melawan dua orang kafir, pada
ayat 66 dalam surat al-Anfal “sekarang
Allah telah meringkankan kamudan mengewtauhi pula bahwa kamu memiliki
kelemahan, maka jika diantara kamu seratus orang yang sabar, niscaya meraka
dapat mengalahkan dua ratus orang kafir, dan diantra kamu terdapat seribu orang
(yang sabar)mereka akan dapat mengalahkan dua ribu oaring kafir”.
2.
Nasikh
dimmy yaitu jika terdapat dua naskh yang yang
saling bertentangan dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta
kedua-duanya di ketahui waktu turunya, ayat yang datang keudian dan menghapus
ayat yang terdahulu. Contohnya ketetapan Allah yang mewajibkan berwasiat bagi
orang-orang yang akan mati yang terdapat Dalam Surat Al Baqoroh ayat 180.
|=ÏGä.
öNä3øn=tæ
#sÎ)
u|Øym
ãNä.ytnr&
ßNöqyJø9$#
bÎ)
x8ts?
#·öyz
èp§Ï¹uqø9$#
Ç`÷yÏ9ºuqù=Ï9
tûüÎ/tø%F{$#ur
Å$rã÷èyJø9$$Î/
(
$)ym
n?tã
tûüÉ)FßJø9$#
ÇÊÑÉÈ
“ Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di
antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[1],
(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 190).
3.
Nashk
kully yaitu menghapus hukum yang sebelumnya
secara keseluruhan. Contohnya ketentuan iddah empat bulan ssepuluh hari
pada surat Al-Baqarah ayat 234 di naskh oleh ketentuan iddah satu
tahun pada ayat 240 pada surat yang sama.
4.
Naskh
juz’iy yaitu menghapus hukum yang berlaku bagi
semua individu dengan dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu;
atau menghapus hukum yang bersifat mutlak dengan hukum yang muqayyad.
Contohnya hukum dera 60 kali bagi orang yang menuduh seseorang wanita tanpa
adanya saksi pada surat An-Nur ayat 4 di hapus dengan ketentuan ij’ an
yaitu bersumpah empat kali dengan nama Allah, jika si penuduh suami yang
tertuduh, pada ayat 6 dalam surat An-Nur.
E.
Hikmah Naskh dalam Al-Quran
a) Menjaga kemaslahatan hamba bahwa adanya naskh
ini menunjukan bahwa syariat Islam merupakan syar’iat paling sempurna yang
menaskh syariat-syriat yang datang sebelumnya, karena syariat Islam berlaku
untuk setiap situasi dan kondisi.
b) Persyari’atan hukum sampai kepada
tingkan kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwa dan kondisi manusia itu
sendiri.
c) Menguji kualitas keimanan mukalaf dengan
cara adanya perintah yang kemudian di hapus
d) Merupakan kebaikan dan kamudahan bagi
umat, sebab apabila ketentuan naskh lebih berat daripada ketentuan mansukh
berarti mengandung konsekuensi pertambahan pahala. Sebaliknya, jika ketentuan nasikh
lebih mudah dari pada ketentuan mansukh, itu berarti bagi umat.
KESIMPULAN
Bahwasanya Ulama berbeda pendapat tentang bagaimana cara menghadapi
ayat-ayat yang sepintas menujukkan adanya gejala kontradiksi, nasakh
tidak dapat ditetapkan berdasarkan ijtihad, pendapat mufassir, atau keadaan
dalil-dalil yang sescara lahir tampak kotrakdiktif. Dengan demikian dapat dipahami bahwa seluruh
ayat Al-quran tetap berlaku, tidak ada kontradiktif,
yang ada hanyalah penggantian hukum bagi
situasi dan kondisi tertentu.
[1] Ma'ruf
ialah adil dan baik. wasiat itu tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta
orang yang akan meninggal itu. ayat ini dinasakhkan dengan ayat mewaris.
No comments:
Post a Comment