Sunday 12 April 2015

KAJIAN SOSIO-HISTORIS TERHADAP MASYARAKAT ARAB KLASIK

Masyarakat Arab pra Islam secara umum terbagi menjadi dua kelompok, yaitu; kelompok Arab al-Baidah dan kelompok Arab al-Baqiyah.Arab al-Baidah merupakan komunitas masyarakat Arab yang mengalami kepunahan, fenomena sejarahnya dapat diketahui melalui informasi yang tidak lengkap dari prasasti, kitab suci dan termasuk al-Qur’an. Sedangkan Arab al-Baqiyah merupakan komunitas Arab yang tetap eksis dan terpelihara sejarahnya di bangsa Arab. Dalam dinamika selanjutnya kelompok Arab al-Baqiyah terpecah menjadi dua klan/bagian yaitu klan Qohton bertempat di wilayah Arab Selatan (daerah Yaman) dan Klan Adnan yang menempati daerah Arab bagian utara (daerah Hijaz) yang kemudian dikenal dengan sebutan klan Arab al-Muta’arrobah atau al-Musta’rabah.
Klan Qohton pada awalnya merupakan kelompok yang maju karena sudah memiliki peradaban yang tinggi, namun kemudian mengalami badai krisis ekonomi dan politik yang mengakibatkan imigrasi besar-besaran ke Arab bagian Utara yaitu Klan Adnan. Fenomena imigrasi yang dilakukan klan Qohton ke klan Adnan ini yang mengakibatkan kebangkitan dan perkembangan peradaban di Arab Utara.
Arab Utara mengalami kemajuan disebabkan oleh dua factor, yaitu factor  eksternal yaitu migrasi yang dilakukan oleh Arab Selatan. Kedua, kota Makkah berfungsi secara maksimal, sebagai pusat kota, pusat religious, ekonomi, politik dan budaya.

A.  Batasan Masa dan Letak Geografis
Masyarakat Arab Jahiliyah hidup di jazirah Arab sekitar 150 tahun sebelum kedatangan Islam atau sekitar pertengahan abad ke 4-5 M. masyarakat Jahiliyah terbagi menjadi dua kelas masa, yaitu al-Jahiliyah al-Ula yang berarti komunitas masyarakat Arab Jahiliyah fase pertama dan al Jahiliyah al-Tsaniyah yang berarti masyarakat Arab jahiliyah pada fase kedua. Di dalam review ini masyarakat Arab Jahiliyah yang dibahas adalah masyarakat Arab Jahiliyah pada fase kedua.
Dari sisi geografis Jazirah Arab termasuk kawasan Asia Barat, di ujung Barat Daya Asia. Sebelah utara berbatasan dengan Syiria, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Teluk Persia dan Laut Oman sedangkan di bagian barat berbatasan dengan Laut Merah. Wilayah jazirah Arab merupakan wilayah yang tandus, gersang dan ganas.
B.  Masyarakat Arab Hadhor (berperadaban) dan Masyarakat Arab Badwi (primitif)
Ada dua tipologi masyarakat Arab Selatan (Qohton)  maupun Utara (Adnan), yaitu masyarakat pra Islam berperadaban (al Arab al-Mutahadirah) dan yang belum berperadaban (al Arab al-Badwah). Kelompok pertama merupakan kelompok yang maden (menetap), berkomunikasi dengan masyarakat non Arab, masyarakat kota makkah dan secara ekonomi berdagang, dilakukan oleh kabilah Quraisy. Untuk kelompok kedua merupakan kelompok yang hidupnya nomaden (berpindah-pindah tempat), berada di daerah pedalaman, terisolir dan berprofesi sebagai peternak, dilakukan oleh Arab Badui.
C.  Sistem Kesukuan Masyarakat Arab Pra Islam
Masyarakat Arab Pra Islam, baik yang sudah berperadaban (hadhar) maupun masyarakat Arab Badui mereka sama-sama memiliki kekuatan kesukuan, kesukuan merupakan symbol identitas kelompoknya yang terbangun dari kesamaan dinasti, wilayah dan status social, dan kesukuan telah berlangsung secara turun temurun semenjak zaman Nabi Nuh as. Dalam suku diatur menjadi beberapa tingkatan mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar yaitu; al-butun (keluarga kecil), meningkat di atasnya adalah al-Asyirah (keluarga) dan tingkatan yang paling besar Qobilah (suku).
Dalam persoalan social dengan pihak-pihak eksternal sistem kesukuan bersifat inklusif hal ini Nampak ketika mereka melakukan hubungan bisnis dengan pihak di luar suku. Akan tetapi terkait hubungannya dengan antar suku lebih eksklusif, ataupun ketika terjalin hubungan yang inklusif seringkali ditandai dengan peristiwa yang konfrontatif, begitu banyak perselisihan dan permusuhan.
D.  Beberapa Fenomena Kehidupan Masyarakat Arab pra Islam (Jahiliyah)
1.    Agama dan sistem Kepercayaan Masyarakat Arab pra Islam (Jahiliyah)
Kondisi keagamaan dan kepercayaan masuarakat Arab Jahiliyah sangat heterogen dan plural, diantara agama dan kepercayaan yang mereka anut adalah sistem kepercayaan paganisme, agama Nasrani Yahudi, dan Majusi. Disamping itu ada juga komunitas kecil yang tidak menganut agama dan kepercayaan tersebut sehingga mereka mendambakan adanya ajaran agama yang baru (kelompok hanafiyah).
Semenanjung Arab merupakan tempat kelahiran rumpun Semit. Istilah Semit berasal dari kata syem yang tertera pada Perjanjian Lama (Kitab Kejadian, 10:1) Penjelasan tradisional yang menyebutkan bahwa rumpun bangsa Semit adalah keturunan anak-Nuh yang tertua. Masyarakat  pada masa kehidupan Badui banyak yang hidup nomaden. Kondisi alam, dan pola hubungan antara masyarakat yang terjalin sangat mempengaruhi pemikiran dan gagasan mereka tentang Tuhan, agama, dan spiritualitas. Dasar-dasar agama-agama Semit berkembang di oasis-oasis, bukan di daratan berpasir, dan berpusat di wilayah yang berbatu dan bermata air, dalam Islam diwakili dengan simbol Hajar Aswad dan sumur Zamzam, serta dengan Bethel dalam Perjanjian lama.
Jadi agama pertama yang ada di Semenanjung Arab adalah agama Semit, meskipun lambat laun kata Semit ini berubah arti menjadi bukan agama. Agama ini telah memiliki pusat seperti agama-agama pada masa kini. Bisa di katakan pemusatan-pemusatan atau simbol-simbol yang ada dalam agama saat ini adalah warisan dari suku Semit. 
Suku berikutnya adalah suku Ibrani. Antara 1500 – 1200 SM, bangsa Ibrani berhasil menemukan jalan ke Suriah bagian selatan, palestina dan bangsa Aramia (orang-orang Suriah) ke sebelah utara, terutama Coele-Suriah (Dataran rendah Suriah, al-Biqa’ modern, terletak antara dua Libanon). Diantara bangsa-bangsa lain, bangsa Ibrain merupakan bangsa pertama yang memperkenalkan gagasan yang jelas tentang satu Tuhan, dan monoteismenya merupakan cikal bakal keyakinan orang Kristen dan Islam. Sekitar 1225 SM suku Ibrani melakukan perjalanan dari Mesir menuju Palestina. Suku Ibrani (Rachel) menetap untuk sementara di Sinai dan Nufud selama kurang lebih 40 tahun. Musa (Kepala suku Ibrani) menikah dengan seorang wanita arab, anak perempuan seorang pendeta Madyan, penyembah Yehwah yang memerintahkan Musa untuk menyebarkan agama baru. Yahu (Yehwen – Jehovah) sepertinya merupakan Tuhan suku Madyan atau penduduk Arab Utara. Ia adalah Tuhan orang-orang gurun, sederhana namun tegas. Ia bertempat tinggal di sebuah tenda dan ritualnya sama sekali tidak rumit. Sesembahannya berupa makanan dan kurban binatang gurun serta sesajen yang dibakar ditengah-tengah binatang ternak.
Pada masa kerajaan Himyar, agama di Arab Selatan pada dasarnya adalah sebuah sistem perbintangan yang memuja dan menyembah dewa bulan. Bulan yang disebut Sin oleh orang-orang di Hadramaut, Wadd (Cinta atau pecinta, atau ayah) oleh orang-orang Minea, Almaqah (Tuhan pemberi kesehatan) oleh orang-orang Saba, ‘Amm (paman dari jalur Ayah) oleh orang-orang Qataban, merupakan simbol paling sakral yang di puja di kuil mereka. Bulan dianggap sebagai dewa laki-laki dan kedudukannya lebih tinggi dari matahari, Syams, yang merupakan pasangannya. ‘Atstar (Venus mirip dengan Tuhan perempuan orang Babilonia, yaitu Isytar, atau ‘Asytart menurut orang-orang Phoenisia), anak-anak mereka adalah  anggota ketiga dari tiga serangkai itu. Dari pasangan benda langit ini lahir benda-benda langit lain yang dianggap sebagai Tuhan. Tuhan orang-orang Arab Utara, al-Lat yang disebutkan dalam al-Qur’an mungkin merupakan nama lain dari Tuhan Matahari. Saat kerajaan Himyar kedua, salah satu Rajanya yang bernama Abu Karib As’ad Kamil, atau Abi Kariba As’ad (sekitar 385 – 420 M) yang diriwayatkan telah menaklukkan Persia dan kemudian memeluk agama Yahudi. Periode Himyar yang terakhir ini ditandai dengan diperkenalkannya agama Yahudi dan Kristen ke Yaman.
Tradisi kepercayaan menyembah dewa ini dapat dikatakan sebagai wujud rasa syukur mereka kepada kesehatan yang diberikan untuk tuhan pemberi kesehatan, rasa syukut atas sinar matahari yang diberikan untuk tuhan matahari, rasa syukur atas tumbuh suburnya tanaman anggur untuk Tuhan Anggur, dan Tuhan-tuhan lainnya. Ini dilakukan sebelum mereka menyadari bahwa Tuhan pencipta alam semesta ini hanyalah satu atau Esa, yaitu Allah SWT. 
Agama Kristen mazhab Monofisit (bahwa Isa memiliki sifat tunggal yang tidak bisa dipisahkan, yaitu ia mengandung unsur Tuhan sekaligus unsur Manusia) perlahan-lahan mulai terdesak di utara, terutama di Suriah, pada masa-masa paling awal. Duta Kristen pertama ke Arab Selatan sepanjang yang kita baca diutus oleh Raja Constantius pada 356 dibawah pimpinan Theophilus Indus, seorang Aria, Theophilus berhasil membangun sebuah gereja di ‘Adan (Aden) dan dua gereja lainnya di daerah Himyar. Najran, yang mulai mengenal agama Kristen Madzab Monofisit yang dibawa oleh seorang pendakwah dari Suriah bernama Taymiyun (Phemion), memeluk agama baru ini di sekitar 500 Masehi.
Kristen monofisit ini merupakan agama kristen pertama yang ada di Arab, yang memiliki keyakinan adanya Tuhan. Tetapi Tuhan mereka masih berbentuk manusia. Mereka menganggap bahwa Isa memiliki sifat tunggal yang orang lain tidak memilikinya sehingga mereka mengatakan bahwa Tuhan mereka adalah Isa.
Keadaan Hijaz menjelang kelahiran Islam dijelaskan bahwa tahap pemujaan terhadap benda-benda langit muncul sejak lama. Al-‘uzza, al-lat dan Manat – tiga anak perempuan Allah- memiliki tempat pemujaannya masing-masing yang di sakralkan di daerah yang kemudian menjadi tempat kelahiran Islam. Karena keinginannya yang kuat untuk memalingkan masyarakat dari gagasan-gagasan keagamaan pra – Islam, terutama tentang penyembahan berhala, Muhammad yang menganut paham monoteisme akhirnya mendeklarasikan bahwa agama baru yang ia bawa menghapus semua agama sebelumnya. Belakangan, hal itu dimaknai sebagai bentuk larangan terhadap gagasan dan cita-cita pra-Islam. Meski demikian, gagasan-gagasan yang sudah tumbuh tidak mudah untuk dihilangkan, dan satu suara saja tidak cukup kuat untuk menghilangkan masa lalu. Agama yang dianut oleh orang Arab, setelah agama Yunani dan Kristen adalah Islam.
Dari deskripsi diatas, dapat kita simpulkan bahwa agama yang cinta akan perdamaian adalah agama Islam. Islam tidak mencintai kekerasan apalagi pertikaian seperti agama lain yang telah didiskripsikan diatas. Islam menghargai perbedaan pendapat, perbedaan faham dan kepercayaan, dan tidak memusuhi orang yang berbeda pandangan. Begitulah keadaan masyarakat sebelum datangnya Islam terlebih sebelum di turunkannya al-Qur’an.
2.    Kehidupan Sosial Politik dan Masalah Ashobiyah
Dalam kehidupan social politik ada dua hal yang terbilang urgen, pertama; adanya sistem tribalisme (kesukuan) merupakan sistem social politik yang primordial, eksklusif dan faternalistik, dibangun dengan dasar kesamaan darah. Kedua; adalah masalah ashobiyah yaitu solidaritas dan fanatisme kesukuan.
3.    Sistem Kesukuan dan Ashobiyah dalam Karya Puisi
Ketika terjadi konflik antar suku seringkali dilakukan retorika dan media puisi bertemakan Ashobiyah untuk memuji sukunya dan menjelekkan suku yang lain. Puisi juga memiliki makna yang kutural, karena ternyata dengan puisi itu sangat disenangi dan menjadi idola bagi setiap suku yang ada di jazirah Arab ketika itu.
4.    Kehidupan Ekonomi dan Masalah Kesenjangan Sosial
Masarakat Arab Jahiliyah dalam melakukan kegiatan ekonomi pada dasarnya adalah dengan melakukan empat sumber mata pencaharian pook seperti; perdaganngan, pertanian, industry dan peternakan. Aktifitas perdagangan lebih banyak dilakukan oleh suku Quraisy, pertanian dilakukan oleh suku Yahudi yang ada di wilayah Madinah, industry dan perdagangan digeluti oleh komunitas Yahudi. Untuk kegiatan beternak merupakan sumber ekonomi yang secara mayoritas dilakukan oleh suku Arab Badui (primitif).
Sementara ada komunitas Arab Jahiliyah yang sangat memprihatinkan, yaitu komunitas sho’alik (komunitas yang terpinggirkan), kelompok ini tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan yang jelas sehingga mereka hidup dalam garis kemiskinan dan penderitaan yang hidup di pedalaman dan termasuk suku yang paling rendah. Dengan demikian komunitas sho’alik memberikan fenomena yang menjadikan adanya kesenjangan social antara suku-suku elite dari kelompok borjuis pedagang seperti suku Quraisy dengan suku-suku badui yang termarginalkan dari kelas Khula’a (komunitas yang terusir dari institusi kesukuan).[14]
     I. KESIMPULAN
Masyarakat Arab pra Islam merupakan masyarakat suku yang heterogen dan plural. Kesukuan merupakan bagian yang inhern dalam kehidupan social secara keseluruhan.
Adanya konsep ashobiyah (solidaritas dan fanatisme kesukuan) merupakan falsafah kehidupan bagi setiap suku dalam rangka mempertahankan eksistensi dan citra intern yang dimiliki oleh setiap suku.
Dalam pola kehidupan ekonomi, kesukuan ternyata dapat memfragmentasikan pola kesenjangan social yang tajam antara kelompok struktur ekonomi elite dari kalangan borjuis (suku pedagang yang bermodal) dengan kelompok social suku marginal dari kelompok sho’alik (suku rendahan  yang telah terisolir dari kelompok sukunya. Adanya kesenjangan social yang begitu tajam mengakibatkan ketidakadilan social yang pada akhirnya dapat menjadi pemicu awal  terjadinya anarkhisme social yang dilakukan oleh kelompok sho’alik.
              












DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hatta, DR.,MA. Tafsir Qur’an Per Kata Dilengkapi Azbabun Nuzul dan Terjemah. Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2009.

Ahmad Amin, Fajrul Islam (terjemah Zaeni Dahlan), (Jakarta: Bulan Bintang), 1968.

Husain Athwan, Muqaddimah al-Qashidah al-Aroriyah fi al-Syi’ri al-Jahili, (Mesir: Dar al-Ma’arif), t.t.

Fazlur Rahman, Tema Pokok al Qur’an, (penerjemah) Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka), 1996.

Jurzi Zaidan, Tarikh Adab al-Lughah al-Arobiyyah, (al-Qohiroh: Dar al-Hilal), t.t.

M. Siba’i Bayyumi, Tarikh al-Adab al-Arbori fi al-Astiri al Jahili, (Mesir : Maktabah al-Nahdlah), 1948.

Montgomeri Watt, Muhammad at Macca, (Karachi: Oxford University Press), 1982.

Muhammad Sarhan, Fiqh Lughah, (Riyadh: al-Idarah al- Imamah), t.t.

Syauqi Dhoif, Tarikh al-Adab al-Arabi fi al-Ashri al-Jahili, (Mesir: Dar al-Ma’arif), t.t.

Yusuf Kholif, al Syu’aro al Sho’alik fi al Ashri al Jahili, (Mesir: Dar al Ma’arif), t.t.




No comments:

Post a Comment